Wednesday 16 May 2012

BUAT KAU, SI TEMAN SEJATI...

BUAT KAU, SI TEMAN SEJATI...

Lihatlah senyuman, lihat juga kerut di dahiku,
Lihatlah janggut tebal, lihat juga uban di kepalaku,
Perhatikan kebaikan, contohi selagi kau mampu,
Perhatikan kekurangan, betulkan selagi ku mampu,

Tangis melirih sendu, 
Iringi tubuh longlai sayu,
Waktu tak menunggu,
Pikul amanah di bahu.

Kepala terasa berat,
Nafas tersekat-sekat,
Mengalir darah pekat,
Tanda ajal semakin dekat.

Tuhanku, aku rindukan-Mu,
Rindu kian membelenggu,
Berbaring diribaan-Mu,
Harap rahmat kepadaku.

Temanku, jangan tangisi pemergianku,
Iringi perjalananku dengan doamu,
Lihatlah rumahku di syurga itu,
Setia menanti kehadiran tetamu.

Temanku, jika kau sahabat sejati,
Tak terkenang kekuranganku lagi,
Bila alam buana mati,
Kita pasti kan bertemu lagi...



-Abu Iqbal Al-Qaireen

Sunday 6 May 2012

Istilah Dalam Ilmu Hadis


Dalam ilmu hadith, ada beberapa istilah yang dipakai oleh ulama hadith yang tidak akan kita faham kecuali kita melihat kepada huraian mereka.

Sebagai contoh istilah “hadith diriwayatkan oleh as Sab`ah”, apakah maksud istilah ini? As Sab`ah ertinya tujuh. Jadi, bila disebut hadith ini diriwayatkan oleh as-Sab`ah, maknanya hadith ini diriwayatkan oleh tujuh orang. Tujuh orang di sini merujuk kepada tujuh orang ulama hadith. Jadi timbul persoalan, siapakah tujuh orang itu? Maka di sinilah perlunya kita mengetahui istilah yang diguna-pakai oleh ulama hadith.

Istilah yang akan cuba kita fahami

Di antara istilah yang akan kerap kali dijumpai ialah seperti berikut:
Hadith diriwayatkan oleh as sab`ah, atau hadith ini diriwayatkan oleh as sittah, atau hadith ini diriwayatkan oleh al khamsah, atau hadith ini diriwayatkan oleh al arba`ah, atau hadith ini diriwayatkan oleh ats tsalatsah. Inilah di antara istilah-istilah yang akan kita jumpa apabila kita mula mempelajari ilmu hadith. Maka di sini akan diterangkan apakah maksud istilah-istilah ini semua dengan satu persatu.


Istilah tujuh orang (as sab`ah)
Apabila disebut hadith ini diriwayatkan oleh as sab`ah (tujuh orang), maka maksudnya ialah hadith ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hanbal, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmizi, Imam an Nasa`i dan Imam Ibnu Majah. Inilah maksudnya apabila disebut hadith riwayat as sab`ah (tujuh orang), dan susunan nama-nama imam hadith ini disusun mengikut susunan para ulama hadith.


Istilah enam orang (as sittah)
Apabila disebut hadith ini diriwayatkan oleh as sittah (enam orang), maka maksudnya ialah hadith ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmizi, Imam an Nasa`i dan Imam Ibnu Majah. Inilah maksudnya apabila disebut hadith riwayat as sittah (enam orang).


Istilah lima orang (al khamsah)
Apabila disebut hadith ini diriwayatkan oleh al khamsah (lima orang), maka maksudnya ialah hadith ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hanbal, Imam Abu Daud, Imam Tirmizi, Imam an Nasa`i dan Imam Ibnu Majah. Inilah maksudnya apabila disebut hadith riwayat al khamsah (lima orang).


Istilah empat orang (al arba`ah)        
Apabila disebut hadith ini diriwayatkan oleh al arba`ah (empat orang), maka maksudnya ialah hadith ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Tirmizi, Imam an Nasa`i dan Imam Ibnu Majah. Inilah maksudnya apabila disebut hadith riwayat al arba`ah (empat orang). 


Istilah tiga orang (ats tsalatsah)
Apabila disebut hadith ini diriwayatkan oleh ats tsalatsah (tiga orang), maka maksudnya ialah hadith ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Tirmizi dan Imam an Nasa`i. Inilah maksudnya apabila disebut hadith riwayat ats tsalatsah (tiga orang).       


Istilah hadith riwayat Bukhari dan Muslim – maka maksudnya ialah hadith ini disebut dalam sahih Bukhari dan sahih Muslim dengan matannya yang sama, namun para perawi lain-lain.


Istilah muttafaqun alaih – maksudnya kedua-dua Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadith ini dengan matan dan para perawinya yang sama.  

Wednesday 2 May 2012

Alasan Mereka yang Enggan Bertaubat


Pertanyaan:

Ketika kita mengajak pelaku maksiat agar bertaubat dan kembali kepada Allah tapi ia menjawab, "Sesungguhnya Allah belum menetapkan hidayah untukku" dan yang kedua berucap, "Allah memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya." Bagaimana kita harus menjawab?

Jawapan:

Adapun yang pertama mengucapkan, "Allah belum menentukan hidayah untukku." Secara sederhana kita katakan, "Apakah kamu melihat perkara ghaib ataukah kamu telah membuat perjanjian di sisi Allah?" Jika ia menjawab, "Ya," maka kita katakan, "Kalau begitu kamu telah kafir, kerana kamu mendakwa mengetahui perkara ghaib." Jika ia mengatakan, "Tidak," maka kami katakan, "Kamu kalah. Jika kamu tidak mengetahui bahwa Allah belum memberikan hidayah maka carilah hidayah itu. Allah tidak menghalangimu dari hidayah, bahkan menyerumu ke sana dan menginginkan kamu mendapatkan hidayah, memperingatkan kamu supaya waspada terhadap kesesatan dan melarangmu darinya. Allah SWT tidak berkehendak membiarkan hamba-hamba-Nya pada kesesatan selamanya. Dia berfirman,

"Allah hendak menerangkan (hukum syariat-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan solihin) dan (hendak) menerima taubatmu." (An-Nisa': 26).

Oleh kerananya, bertaubatlah kepada Allah, dan Allah SWT sangat bergembira dengan taubatmu daripada seseorang yang kehilangan kenderaannya yang memuat makanan dan minumannya. Ia putus asa terhadapnya dan tidur di bawah pohon untuk menunggu kamatian. Ketika bangun, ternyata tali kekang untanya terikat pada pohon, lalu ia mengambil tali unta itu dan berkata, "Ya Allah, Engkau hambaKu dan aku Tuhanmu -ia salah ucap kerana sangat bergembira." (HR. Al-Bukhari dalam ad-Da'awat, no. 6309; Muslim dalam at-Taubah, no. 2747).

Sebenarnya, ia hendak berucap, "Ya Allah, Engkau Tuhanku dan aku hamba-Mu."

Adapun yang kedua yang mengatakan bahwa Allah memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Jika Allah memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan ini adalah pernyataan kamu, maka carilah hidayah itu sehingga kamu termasuk golongan yang dikehendaki untuk diberi hidayah oleh Allah. Sebenarnya, jawapan dari pelaku maksiat ini adalah untuk menolak hujjah dalam hubungannya dengan kami. Namun, itu tidak bermanfaat baginya di sisi Allah, karena Allah SWT berfirman,

"Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, 'Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.' Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta." (Al-An'am: 148).

Rujukan:
Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin, jilid 1 hal. 54.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Tuesday 1 May 2012

Apakah itu Taubat?


Pertanyaan: 
Apakah itu taubat?

Jawapan:

Taubat adalah kembali dari bermaksiat kepada Allah menuju ketaatan kepadaNya.
Taubat itu disukai oleh Allah SWT.
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (Al-Baqarah: 222).

Taubat itu wajib atas setiap mukmin,

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya." (At-Tahrim: 8).

Taubat itu salah satu faktor keberuntungan,

"Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An-Nur: 31).

Keberuntungan ialah mendapatkan apa yang dicarinya dan selamat dari apa yang dikhawatirkannya.

Dengan taubat yang semurni-murninya Allah akan menghapuskan dosa-dosa meskipun besar dan meskipun banyak,

"Katakanlah, 'Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." (Az-Zumar: 53).

Jangan berputus asa, wahai saudaraku yang berdosa, dari rahmat Tuhanmu. Sebab pintu taubat masih terbuka hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya. Nabi SAW bersabda:
"Allah membentangkan tanganNya pada malam hari agar pelaku dosa pada siang hari bertaubat, dan membentangkan tanganNya pada siang hari agar pelaku dosa pada malam hari bertaubat hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya." (HR. Muslim dalam at-Taubah, no. 2759).

Betapa banyak orang yang bertaubat dari dosa-dosa yang banyak dan besar, lalu Allah menerima taubatnya. Allah berfirman,

"Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membu-nuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Furqan: 68-70).

Taubat yang murni ialah taubat yang terhimpun padanya lima syarat:

Pertama, Ikhlas karena Allah, dengan meniatkan taubat itu karena mengharapkan wajah Allah dan pahalanya serta selamat dari adzabnya.

Kedua, menyesal atas perbuatan maksiat itu, dengan bersedih karena melakukannya dan berangan-angan bahwa dia tidak pernah melakukannya.

Ketiga, meninggalkan kemaksiatan dengan segera. Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan hak Allah, maka ia meninggalkannya, jika itu berupa perbuatan haram; dan ia segera mengerjakannya, jika kemaksiatan tersebut adalah meninggalkan kewajiban. Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan hak makhluk, maka ia segera membebaskan diri darinya, baik dengan mengembalikannya kepada yang berhak maupun meminta maaf kepadanya.

Keempat, bertekad untuk tidak kembali kepada kemaksiatan tersebut di masa yang akan datang.

Kelima, taubat tersebut dilakukan sebelum habis masa penerimaannya, baik ketika ajal datang maupun ketika matahari terbit dari tempat terbenamnya. Allah berfirman,

"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertaubat sekarang'." (An-Nisa': 18).

Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari tempat tenggelamnya, maka Allah menerima taubatnya." (HR. Muslim dalam adz-Dzikr wa ad-Du'a', no. 2703)

Ya Allah, berilah kami taufik untuk bertaubat semurni-murninya dan terimalah amalan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Rujukan:
Risalah fi Shifati Shalatin Nabi'a, hal. 44-45, Syaikh Ibn Utsaimin.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.